Betangnews.com, Palangka Raya – Judi online atau Judol merupakan fenomena yang cukup mengkhawatirkan bagi masyarakat Indonesia saat ini. Dimana hasil rilis data Kemenko Polkam menyatakan hingga November 2024 terdapat sekitar 8,8 juta pemain Judol yang mana 80% diantaranya merupakan kalangan merupakan kalangan pemuda/i bahkan anak dibawah umur dengan kondisi status ekonomi kalangan menengah ke bawah. Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat perputaran uang terkait Judol selama semester II tahun 2024 mencapai Rp283 triliun. Kondisi ini cukup disesalkan mengingat Indonesia yang memegang teguh norma agama dan hukum serta ideologi Pancasila tentunya menolak segala bentuk aktivitas perjudian.
Salah satu faktor utama yang mendorong pertumbuhan Judol di Indonesia adalah kekosongan hukum dalam mengatur secara jelas dalam melarang aktivitas Judol. Faktanya pada KUHP pasal 303 ayat 1 dan pasal 303 BIS ayat 1 memang mengatur larangan aktivitas perjudian bagi bandar dan pemain, namun hanya dalam klasifikasi Judi Darat. Kemudian dalam KUHP Nasional yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 juga masih mengatur aktivitas Judi Darat pada bandar dan pemain yang diatur dalam KUHP Nasional pasal 426 ayat 1 dan pasal 427 ayat 1. Saat ini hukum Indonesia yang dapat mengatur dan melarang aktivitas Judol diatur dalam UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU Informasi dan Transaksi Elekronik / ITE yang secara spesifik pada pasal 27 ayat 2 berbunyi “larangan mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan perjudian”, sehingga aturan tersebut secara sederhana hanya dapat menjerat bandar Judol. Sedangkan untuk pemain Judol belum ada aturan hukum yang mengatur atau dapat dikatakan masih terjadi kekosongan hukum / vacuum of norm.
Faktor lainnya yang menjadi tantangan dalam penanganan kasus tersebut bahwa keberadaan bandar Judol terindikasi sebagian besar berada di Luar Negeri khususnya pada negara yang mengizinkan aktivitas perjudian. Tentunya penanganan tersebut dapat bertentangan dengan Asas Teritorial suatu negara yang akan bertentangan dengan kepentingan Indonesia untuk melakukan ekstradisi bandar Judol menggunakan Asas Nasional Pasif.
Dinamika dari tantangan tersebut merupakan konsekuensi dari sistem hukum Indonesia yang menganut sistem Civil Law atau Eropa Continental yang mengakibatkan “Hukum mengikuti Masyarakat” atau hukum yang mengikuti perkembangan zaman. Kondisi saat ini juga sesuai dengan Adagium “Het Recht Hink Achter De Feiten Aan” bahwa hukum senantiasa tertatih-tatih mengikuti perkembangan zaman dimana secara spesifik perkembangan teknologi saat ini tengah berkembang pesat.
Meskipun dengan kondisi saat ini yang minim dengan aturan konkret penanganan Judol, saat ini Pemerintah Indonesia tengah gencar memerangi kasus Judol. Adapun harapan kedepannya DPR RI dapat segera menyusun UU yang mengatur aktivitas Judol atau secara cepat dapat diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Tidak hanya berorientasi pada sifatnya penanggulangan berupa pemberian sanksi, namun juga mengatur secara jelas terkait tindakan preventif/pencegahan hingga pada tahap rehabilitasi pada pemain mengingat aktivitas Judol juga telah mengakibatkan rasa candu yang sulit untuk dihilangkan. Selain mencermati pada bandar dan pemain, lembaga berwenang seperti Komdigi, BSSN, dan Provider Telekomunikasi perlu turut serta berperan aktif dalam mencegah aktivitas Judol dan siap menerima sanksi berat apabila menyalahgunakan wewenang guna mendukung Judol. Bahkan kedepannya perlu dipertimbangkan bahwa penelusuran kasus Judol juga menggunakan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang/TPPU dan diperlukannya pengesahan UU Perampasan Aset agar pemberantasan Judol tidak hanya berorientasi pada sasaran subyek / orang namun juga faktor pendukung terselenggaranya Judol yaitu aliran uang dalam jumlah besar yang dapat ditelusuri dan disita untuk kepentingan negara.
(oleh: Harvest M. Sinaga / Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Palangka Raya)