Betangnwes.com, Palangka Raya – Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia memiliki status sebagai pemilik Perkebunan Kelapa Sawit terbesar ketiga di Indonesia pada tahun 2023 setelah Riau dan Kalimantan Barat dengan luas mencapai 1,9 juta hektar. Kondisi tersebut terntunya mendorong percepatan pembangunan dan perputaran roda ekomoni bagi Masyarakat Kalteng. Dampak positif yang diterima dari luasnya Perkebunan Kelapa Sawit tersebut tentunya beriringan dengan permasalahan sosial khususnya tindak kriminal pencurian Tandan Buah Segar (TBS) Sawit yang semakin masif dilakukan oleh Masyarakat sekitar yang meninginkan keuntungan secara instan. Data per-September 2024, Polda Kalteng telah meliris adanya 175 kasus pencurian TBS dengan menjerat 350 orang tersangka yang sebagian besar memiliki tangka ekonomi menengah kebawah. Kondisi demikian tentunya menjadi sebuah keprihatinan atas terganggunya iklim investasi di Kalteng dan adanya ketimpangan ekonomi bagi Masyarakat sehingga “memaksa” melakukan tindak kriminal pencurian TBS Sawit.
Dalam teori hukum, terdapat salah satu asas yang cukup menarik dan unik untuk diterapkan dalam penyelesaian kasus pencurian TBS Sawit tersebut melalui salah satu upaya Restorative Justice, yaitu asas Oportunitas. Asas oportunitas adalah sebuah prinsip dalam hukum acara pidana yang memberikan wewenang kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk memutuskan apakah suatu perkara pidana akan dilanjutkan ke pengadilan atau tidak. Dengan kata lain, jaksa memiliki diskresi untuk mengesampingkan penuntutan terhadap seorang tersangka, meskipun terdapat cukup bukti untuk membuktikan bahwa tersangka telah melakukan tindak pidana
Penerapan asas oportunitas dalam kasus pencurian sawit di Kalteng memiliki potensi yang sangat besar untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil dan manusiawi. Dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi pelaku, khususnya mereka yang berasal dari kalangan kurang mampu, asas oportunitas dapat memberikan kesempatan kedua bagi mereka untuk memperbaiki diri dan berintegrasi kembali ke masyarakat. Namun, penerapan asas oportunitas harus dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan beberapa aspek penting, Pertama, Kepastian Hukum: Meskipun mengedepankan aspek kemanusiaan, perusahaan perkebunan perlu merasa aman dan terlindungi dari tindakan kriminal yang berulang. Kedua, Keadilan Restoratif: Proses restorative justice yang melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat dapat menjadi solusi yang efektif dalam kasus-kasus pencurian sawit. Ketiga, Pencegahan Tindak Pidana: Penerapan asas oportunitas harus diiringi dengan upaya pencegahan tindak pidana yang lebih efektif, seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar perkebunan, penyediaan lapangan kerja, dan pendidikan hukum. Keempat, Evaluasi Berkala: Penerapan asas oportunitas perlu dievaluasi secara berkala untuk melihat efektivitasnya dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
Adapun tantangan penerapan asas Oportunitas ini adalah dapat menimbulkan rasa tidak puas bagi korban, terutama perusahaan perkebunan yang mengalami kerugian. Kemudian jika kasus pencurian sawit sering dihentikan, hal ini dapat memberikan sinyal kelonggaran yang dimanfaatkan pelaku untuk mengulangi tindak pidana. Apabila tidak ada efek jera, risiko peningkatan kasus pencurian bisa meningkat, yang pada akhirnya merugikan perusahaan dan masyarakat sekitar. Penerapan asas oportunitas perlu mempertimbangkan keseimbangan antara prinsip keadilan untuk korban dan kepentingan sosial untuk pelaku. Asas Oportunitas ini sendiri pernah diterapkan pada 2020di Kab. Rokan Hulu, Riau pada tahun 2020 dengan membebaskan tersangka pencuri TBS Sawit. Bahkan pada dalam dinamika Pilkada Sumut 2024, salah satu paslon Pilgub Sumut menjanjikan melalukan upaya Restorative Justice terhadap kasus pencurian TBS Sawit utamanya pencurian berondolan sawit guna meraih simpati Masyarakat.
Pada akhirnya, opsi penerapan Asas Oportunitas di Kalteng selalu terbuka dan berpotensi efektif untuk dilakukan. Namun penerapan asas tersebut harus dilakukan secara penuh pertimbangan guna tetap memberikan jaminan rasa aman terhadap pelaku usaha Perkebunan Kelapa Sawit dan memperhitungkan efektivitas serta dampak pemberlakukan Asas Oportunitas dengan melihat kuantitas kasus pencurian TBS sawit yang seharusnya menurun dari waktu ke waktu.
(Oleh: Harvest Magabetua Sinaga / Mahasiswa Magister Ilmu Hukum UPR)