Betangnews.com, Jakarta – Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan telah menyegel dan menyita ribuan hektare kebun sawit di Kalimantan Tengah. Namun, pasca tindakan tersebut, terjadi aksi penjarahan kelapa sawit oleh orang tidak dikenal, yang dikhawatirkan dapat mengganggu produktivitas industri sawit nasional.
Pakar hukum kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino, mengingatkan bahwa penyegelan lahan yang belum memiliki status hukum yang jelas berpotensi menimbulkan konflik sosial yang lebih luas. Ia menyoroti kemungkinan aksi penjarahan akan meluas ke wilayah lain yang juga telah dipasangi plang penyitaan.
“Jika ini tidak dikendalikan, perintah Presiden Prabowo Subianto agar industri sawit tetap beroperasi tanpa gangguan bisa terhambat,” kata Sadino di Jakarta, Senin (17/3).
Menurutnya, aparat pemerintah memiliki keterbatasan dalam mengamankan seluruh kawasan sawit karena luasnya lahan dan keterbatasan sumber daya. Pendekatan pengamanan oleh TNI juga dinilai tidak tepat karena bukan bagian dari tugas pokok mereka.
Sadino juga menyoroti Perpres No 5 Tahun 2025 yang memungkinkan negara mengambil alih lahan sawit, meskipun tidak diatur dalam UU Cipta Kerja. Ia khawatir, pengambilalihan ini akan menimbulkan interpretasi di masyarakat bahwa lahan tersebut bebas untuk diambil hasil panennya, yang berpotensi menimbulkan perebutan lahan.
Ia menegaskan bahwa sebelum melakukan penyitaan, status hukum lahan harus dipastikan jelas agar tidak terjadi ketidakpastian hukum bagi perusahaan maupun masyarakat. Selain itu, menurutnya, penyitaan lahan perkebunan berpotensi bertentangan dengan UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, terutama jika lahan tersebut memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Sadino berharap keberadaan Satgas Garuda tidak menghambat produktivitas industri sawit nasional. Menurutnya, kebijakan penyitaan harus mempertimbangkan keberlanjutan sektor sawit yang menyumbang besar bagi perekonomian negara, dengan nilai produksi mencapai Rp 729 triliun pada 2023 dan kontribusi ke APBN sekitar Rp 88 triliun.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa lahan sawit yang masih dalam proses perizinan harus didukung penyelesaiannya agar tidak menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha dan investor. Selain itu, ia mengingatkan bahwa HGU dan kebun sawit sering kali menjadi agunan kredit bank, sehingga tindakan yang gegabah dapat berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni telah menerbitkan Surat Keputusan No 36 Tahun 2025 yang mencantumkan 436 perusahaan dengan lahan sawit dalam kawasan hutan. Daftar ini menjadi dasar bagi Satgas Garuda dalam melakukan penertiban. Satgas yang dibentuk melalui Perpres No 5 Tahun 2025 dan dipimpin oleh Menteri Pertahanan ini telah bekerja selama sebulan, menyegel serta menyita ribuan hektare lahan sawit di Kalimantan Tengah yang dianggap melanggar aturan. (mitra/betangnews.com)