Betangnews.com, Palangka Raya – Sejumlah perwakilan petani puya mendatangi gedung DPRD Kalimantan Tengah, Selasa (26/8), untuk menyampaikan keluhan atas penutupan 5–7 pabrik pengolahan. Kondisi tersebut telah melumpuhkan sumber penghidupan ribuan warga di beberapa wilayah. Aspirasi masyarakat diterima langsung oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan.
Bambang menegaskan bahwa pekerjaan sebagai pengumpul puya menjadi tumpuan hidup ribuan orang. “Kini mereka kehilangan pasar karena pabrik berhenti beroperasi hampir bersamaan. Informasi dari warga, ada 5–7 pabrik yang tutup dalam dua bulan terakhir. Dampaknya sangat serius bagi masyarakat di Lahei Mangkutup, Sei Gawing, hingga Kapuas bagian atas,” ungkapnya.
Menurut Bambang, penyebab penutupan pabrik belum jelas, bisa terkait perizinan, kebijakan pemerintah, kendala pemasaran, atau manajemen perusahaan. Ia memperkirakan lebih dari 10 ribu orang terdampak. “Kalau dibiarkan, potensi masalah sosial seperti meningkatnya kriminalitas bisa muncul,” ujarnya.
DPRD Kalteng, kata Bambang, akan segera berkonsultasi dengan Ketua DPRD untuk menggali akar masalah dan mencari solusi. Ia menegaskan, setiap kebijakan harus mempertimbangkan nasib masyarakat kecil. “Regulasi dan hukum tetap berjalan, tapi negara juga harus menjamin keberlangsungan hidup rakyatnya,” tegasnya.
Di tengah kebingungan, para petani menyampaikan kesaksian yang menggambarkan kondisi sosial-ekonomi semakin tertekan. Keli, petani puya dari Kapuas, mengaku kehidupannya terpuruk. “Istri saya mau melahirkan, mertua dirawat di rumah sakit, tapi penghasilan tidak ada lagi sejak pabrik berhenti membeli puya,” keluhnya.
Keli menegaskan bahwa harapan petani sederhana, yakni pabrik bisa segera beroperasi kembali. “Kami agar keluhan ini ditindaklanjuti oleh DPRD dan pemerintah. Tanpa pabrik, hasil kerja kami tidak ada yang membeli. Sementara kebutuhan dasar, mulai biaya sekolah anak sampai beli beras, tetap harus dipenuhi,” katanya.
Ia menambahkan, aspirasi utama masyarakat adalah agar nasib petani tidak dikorbankan oleh tarik ulur regulasi maupun kebijakan perusahaan. “Kami hanya butuh kepastian, jangan sampai mata pencaharian hilang begitu saja,” ujar Keli.
Sumber: kantamedia.com
(Ptr/betangnews.com)



